Pentingnya Sentralisasi CCTV pada Tiap ATM Bank di Indonesia


Keamanan perbankan merupakan hal paling krusial dalam bisnis mereka. ATM yang dapat berlokasi jauh dari kantor bank, merupakan tempat paling rentan untuk kejahatan. Kejahatan perbankan melalui ATM sering terjadi di Indonsia. Seperti dengan menggunakan teknik skimming dan sebagainya. Sistem CCTV pada ATM perbankan Indonesia perlu ditinjau ulang. Sentralisasi CCTV dapat memudahkan monitoring dan memiliki manfaat lainnya.

Manfaat Sentralisasi CCTV Monitoring di Perbankan

Pentingnya Sentralisasi CCTV pada Tiap ATM Bank di Indonesia

Kita dapat ambil contoh kasus, misal ada seorang nasabah yang mengambil uang tunai melalui ATM. Kemudian nasabah tersebut melaporkan bahwa jumlah yang diterima tidak sesuai. Tentu ini akan menimbulkan masalah "dispute". Dalam hal ini, Bank berpotensi menerima tuntutan jika cara penyelesaiannya tidak memuaskan nasabah.

Sekarang kita dapat bayangkan jika sentralisasi CCTV Monitoring untuk ATM berlum tersedia. Kantor cabang akan melaporkan kasus tersebut pada kantor pusat. Kantor pusat Bank akan meminta rekaman CCTV. Kantor cabang mengirim orang untuk copy ke USB rekaman CCTV di ATM yang berlokasi tidak di kantor cabang tersebut. Proses ini akan membutuhkan waktu dalam hitungan hari, sedangkan nasabah yang mungkin sangat perlu dengan dananya tentu akan tidak sabar menunggu.

Dengan sentralisasi CCTV monitor, kantor pusat Bank tersebut dapat langsung mengakses rekaman dari DVR CCTV pada masing-masing ATM. Ini akan mempercepat pelayanan ke nasabah dan dapat mencegah kesalahan dalam membuat keputusan dalam menyelesaikan masalah tersebut.

Selain itu, dengan adanya aktivitas pemindahan rekaman ke USB, sebetulnya validitas keaslian rekaman sudah tidak layak lagi. Secara peraturan kepatuhan, USB bukan merupakan objek yang diakui oleh keamanan ISO 27001. Dan dengan intervensi USB, CCTV dapat terkena serangan malware. Dan jika tidak dipisah jaringannya dengan ATM, maka ini lebih dapat berisiko tinggi.

Oleh karena itu, sentralisi CCTV monitoring untuk tip anjungan tunai mandiri (ATM) sangat diperlukan. Bahkan jika perlu, ini harus menjadi standard operasional perbankan di seluruh Indonesia. Memang tidak mudah untuk membuat sistem sentralisasi CCTV monitoring, namun ini berarti bukan tidak mungkin.

Tantangan Teknis Dalam Sentralisasi CCTV Monitoring

Masing-masing ATM mungkin berbeda sistem dan pabrikan CCTV satu sama lainnya. Ini menimbulkan kesulitan dalam membuat sistem sentralisasi CCTV monitoring. Namun, saat ini sudah ada sebuah konsultan IT di Indonesia yang telah berhasil membuat sistem sentralisasi CCTV monitoring. Anda tidak perlu memikirkan tantangan teknis, cukup pastikan berjalan dan aman.

Beberapa tantangan teknis yang perlu diketahui adalah bagaimana sebuah sistem sentralisasi CCTV monitoring itu dapat bekerja secara agnostik. Artinya, sistem monitoring CCTV terpusat tersebut dapat berjalan pada seluruh jenis kamera CCTV.

Selanjutnya, keamanan sistem monitoring CCTV tersebut. Ini merupakan pertimbangan kritis setelah teknis dasar terpenuhi. Pertanyaan yang wajib anda tanyakan adalah berapa lapis keamanan yang mereka pakai ?.

CCTV kamera merupakan "senjata" bagi para hacker untuk dapat menyerang sistem perbankan. Dimana serangan cyber ke perbankan semakin meningkat, keamanan CCTV di ATM perlu ditinjau ulang. Dengan menggunakan firewall, enkripsi, dan jaringan tersendiri, tentunya ini dapat lebih aman dan sesuai dengan konsep "Zero trust network".

Disamping itu, sebetulnya rekaman CCTV harus memiliki lebih dari 1 cadangan. Saatini, penyimpanan cadangan paling banyak digunakan perbankan adalah pada sistem tape recorder. Sebetulnya, perbankan harus menyimpan pada data center Tier III yang sudah memiliki sertifikasi ISO 27001. Ini merupakan pemenuhan ketaatan berdasar peraturan Kominfo, Bank Indonesia dan OJK.

Perbankan tidak perlu melakukan investasi pada sistem sentralisasi CCTV ATM. Perbankan dapat menyewa sistem tersebut dan membayar dengan biaya bulanan per kamera CCTV. Sehingga, belanja modal tidak diperlukan, yang anda perlukan hanya biaya operasional. Jika perusahaan harus investasi pada perangkat dan teknologi, mungkin akan diperlukan biaya puluhan milyar.

Kesimpulan:

ATM merupakan wilayah kritis yang rentan dengan permasalahan pada bisnis perbankan. Perusahaan harus memiliki sistem sentralisasi monitoring CCTV agar dapat meningkatkan keamanan dan layanan ke nasabah.

Perusahaan dapat menggandeng mitra konsultan IT yang sudah memiliki sistem ini, ketimbang harus melakukan riset, pengembangan software dan mengadakan sendiri perangkat yang diperlukan.

Komentar